BRAILLE VERSUS TEKNOLOGI, AKANKAH BRAILLE MUSNAH DAN TERGANTI?
4 Januari 1809, di
desa Couvre, Paris, Prancis, lahir bayi laki-laki kecil yang diberi nama
“Louwis Braille”. Kelak, bayi kecil ini menjadi terkenal dan harum namanya,
karena perjuangan dan karya besarnya menciptakan huruf Braille, huruf bagi
disabilitas netra, yang dipakai sepanjang masa.
Tidak bisa
diingkari, hadirnya huruf Braille, telah membawa banyak disabilitas netra
mengenal banyak hal. Dari membaca, berhitung, bermain musik, membaca Al-Qur’an,
dan berbagai referensi buku lainnya. Pendek kata, Braille telah menjadi jendela bagi
disabilitas netra untuk mengenal dunia.
Sayang, dengan
hadirnya teknologi yang mampu memberi banyak kemudahan bagi disabilitas netra,
perlahan namun pasti kehadiran huruf Braille sedikit-demi sedikit tergeser. Di
sisi lain, huruf Braille memang mempunyai beberapa kelemahan yang membuat
disabilitas netra enggan menggunakan huruf Braille. Diantaranya:
1. Huruf Braille tidak bisa diperkecil, bentuknya standart. Ini berdampak
jika kita ingin mencetak atau membaca buku Braille dengan banyak halaman,
membuat buku Braille menjadi
lebih tebal, dan bahkan bisa berjilid-jilid.
2. Biaya cetak Braille yang mahal. Harus diakui, bahwa biaya cetak huruf
atau buku-buku Braille mahal, dibanding huruf awas (huruf untuk umum). Di
samping itu, alat pencetak (printer Braille) juga mahal dan langka.
3. Dan tentu ada kelemahan lainnya.
Sementara,
teknologi yang hadir di tengah disabilitas netra, banyak sekali memberikan
kemudahan. Contoh:
1.
Buku Braille yang tebal bisa
digantikan oleh buku bicara, atau sistem aplikasi pembaca layar yang membacakan
baik file pdf, atau txt. Sehingga dinilai lebih praktis dan ringkas, tidak
memerlukan banyak tempat, dan sebagainya.
2.
Dengan teknologi, disabilitas
netra yang tidak bisa baca-tulis pun bisa berkomunikasi dengan menggunakan
teks, dengan cara mengaktifkan google voice. Aplikasi yang mengubah suara pemakainya
menjadi teks.)
3.
Dan banyak lagi kelebihan lain.
Di samping kelebihan, ternyata
teknologi canggih ini, bukan berarti tak punya sisi lemahnya. Kelemahan
teknologi itu di antaranya:
1.
Tidak semua disabilitas netra
mampu mengakses teknologi yang sekarang ada. Baik karena kemampuan ekonomi,
SDM, dan sebagainya.
2.
Teknologi yang sekarang pun banyak
bergantung pada sinyal. Jika sinyal baik, maka akan lancar, namun jika sinyal
mengalami gangguan, penggunaan teknologi juga mengalami gangguan.
3.
Teknologi screen reader (pembaca layer) akan terganggu dan sulit dipakai, jika kita berada dalam suasana
sekeliling yang riuh dan ramai, karena suara screen reader tertutup oleh suara
gaduh di sekitar kita.
4.
Dan banyak lagi lainnya.
Di sisi lain, harus diakui juga,
kehadiran Braille pun mengajarkan banyak hal. Dan justru menunjang kemampuan
disabilitas netra dalam menggunakan teknologi. Di antaranya:
1.
Disabilitas netra yang pernah
belajar Braille, akan mudah dalam memahami kerapian dan cara menulis yang
benar, saat dia harus menyusun karya tulis ilmiah, tabel, dan sebagainya, karena
mereka telah memperoleh gambaran sebelumnya dalam huruf Braille.
2.
Kemampuan Braille yang dimiliki
para disabilitas netra akan lebih mudah
jika diterapkan di teknologi yang juga dikuasai. Karena bagai manapun, dalam
tata tulis, baik baku atau pun non baku, meski diperhatikan pemakaian tanda
baca, spasi, dan hal-hal lain, sehingga dapat meminimalisir kesalah pahaman
penerima pesan.
3.
Sebagaimana dibahas di atas, bahwa
mereka yang kurang mampu atau tidak bisa sama sekali baca tulis, masih bisa
mengirim pesan teks dengan menggunakan google. Namun maaf, bukan bermaksud
mencela atau menggurui, kebanyakan mereka yang menggunakan google voice tidak
disertakan tanda-tanda baca seperti titik, koma, dan sebagainya, sehingga
kadang kita perlu berpikir dalam memahami pesannya. Demikian juga mereka yang
bisa menulis di HP, dan belum bisa belajar baca tulis yang benar, terjadi hal
yang sama.
Lalu pertanyaannya, manakah yang tepat
dan harus dipertahankan:
Braille atau teknologi?
Braille dan teknologi adalah dua hal
yang tidak bisa dipisahkan. Dua hal ini sama-sama dibutuhkan oleh disabilitas
netra, ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Disabilitas netra
harus menguasai teknologi untuk mengejar kemajuan zaman dan kelanjaran
komunikasi sertakeperluan lainnya seperti kuliah, belajar, bekerja, bisnis dan
usaha, dan sebagainya. Namun disabilitas netra hendaknya juga jangan
meninggalkan huruf Braille, karena memang kehadirannya tak mungkin bisa
tergeser. Misal bagi umat Islam perlu membaca Al-Qur’an bukan? Nah, membaca
tentu beda dengan mendengarkan. Baik dcara maupun pahala yang didapat. Hadirnya
Louwis Braille sebagai pencetus huruf Braille, adalah skenario Allah agar para
disabilitas netra pun merasakan nikmatnya membaca Al-qur’an sebagaimana
dirasakan oleh teman-teman awas lainnya.
Di sisi lain, jika kita bepergian di
tempat fasilitas umum, terkadang telah dilengkapi dengan sarana huruf Braille,
misal saat menggunakan lift, ada tanda Braille untuk naik dan turun, serta
tujuan lantai berapa yang kita inginkan pada tombol lift tersebut. Nah,
bukankah tempat dan fasilitas umum yang aksesibel adalah keinginan kita
bersama? Namun di saat itu semua coba dipenuhi, kita justru mengabaikannya.
Huruf Braille juga bisa dipergunakan
untuk menandai atau memberi labeling obat-obatan di rumah atau hal-hal lainnya,
sehingga kita tidak banyak tergantung pada orang lain. Bukankah hidup mandiri,
akses, dan tidak didiskriminasi kita juga yang menginginkan? Namun di saat
semua sudah mulai sadar dan membuka akses, kita juga yang mengabaikan. Ibarat
kata: “Kita yang berjanji, kita pula yang mengingkari”
Saudaraku disabilitas netra, ini saya
tulis bukan untuk menggurui atau mendiskreditkan fihak lain, melainkan
mengingatkan kita bersama, bahwa Braille dan teknologi adalah hal yang saling
menunjang dan tidak bisa dipisahkan. Saya juga berharap, jangan tertipu dengan
propaganda yang salah, selama ini ada pendapat: “Disabilitas netra sudah tidak
perlu lagi Braille, karena sudah tergantikan teknologi.” Jelas hal ini salah.
Seolah ini menutup satu akses bagi kita. Menguasai teknologi itu harus, namun
meninggalkan Braille adalah sebuah keniscayaan dan hal yang sia-sia. Karena ada
hal yang tidak bisa tergantikan teknologi, dan itu suatu kewajiban, dan pada
hal-hal tertentu pula Braille hadir melengkapi kehidupan kita.
Semoga di momentum peringatan hhari
Braille ini, tumbuhkan kesadaran kita, bahwa tidak semua bisa digantikan
teknologi. Jika orang awas masih memerlukan bolpoin untuk menulis sesuatu,
demikian juga dengan kita, Braille hadir akan melengkapi kebutuhan kita.
Selamat memperingati hari Braille,
sukses, maju , dan sejahtera disabilitas netra Indonesia, khususnya disabilitas Netra di Jawa
Timur.
Joss
BalasHapus